25 January 2012

John


Sepasang kekasih flamboyan melakukan sesuatu dari sebuah kamar, di kota Amsterdam. Mereka mengundang para wartawan dari media massa internasional. Banyak yang yang menganggap mereka melakukan lelucon yang gila.

Sebenarnya,yang mereka lakukan bukanlah pesta, bukan pula melakukan hal-hal yang ekstrim secara fisik. Yang mereka lakukan sederhana: bercinta dalam damai!


Secara bergantian, di hadapan kamera para wartawan, kedua pasangan tersebut menyebut kata-kata: “Tetap di tempat tidur, angkat tanganmu, damai di tempat tidur, bahagia! Oya!”

Ya, memang sederhana, tapi itu bisa dikatakan gila, sekaligus juga kreatif, karena di sana mereka memberikan pesan keseluruh dunia: daripada berperang, sebaiknya diam di kamar. Besoknya, pesan mereka terdengar sampai ke seluruh daratan Eropa dan Amerika.

Awalnya, yang diharapkan oleh wartawan dari pasangan tersebut adalah adegan ranjang yang yang mesra dengan segala kemewahan dengan  sebuah foto romantis yang ditaruh di atas kasur, karena mereka adalah pasangan selebritis. Tapi yang terjadi, mereka hanya memakai pakaian tidur berwarna putih. Foto yang diharapkannya pun tak muncul, karena mereka membalik foto dan menuliskan: Bed Peace.

Kejadian itu mereka ulang di Amerika. Di sana, mereka melakukan hal yang lebih fenomenal: bersama para aktivis anti perang, mereka menyanyikan sebuah lagu yang berjudul: Give Peace a chance. Lagu itu kemudian menjadi lagu kebangsaan para aktivis anti perang waktu itu.

Banyak yang berkirim surat: dari yang mencaci sampai yang memuji. Tapi, mereka sama sekali tak peduli.
Pasangan itu bernama: John Lennon dan Yoko Ono.

***

Adegan di atas adalah salah satu cuplikan dalam film U.S. VS John Lennon, sebuah dokementer  yang menyingkap hidup kehiduan kegiatan aktivisme John Lennon dan politik Amerika pada tahun 1960-1980.

Pada jaman itu merupakan jaman titik nadir bagi bangsa Amerikasetelah perang dunia ke dua. Perang Vietnam, Krisis Rudal Kuba, pembunuhan  John F.Kenedy, Malcolm X, Medgar Evers, Martin Luther King dan Robert F. Kenedy, serangan polisi pada Konvensi Nasional Demokrat 1968 di Chicago, kasus Watergate, pengunduran  diri Presiden Richard Nixon.

Maka waktu itu pengawasan FBI dan infiltrasi terhadap kelompok aktivis kulit hitam serta organisasi politik lainnya, menjadi semakin gencar.

Dengan latar belakang kejadian itu, David Leaf & John Scheinfeld menulis, memproduksi film dokumenter kisah heroik Lennon dan istrinya.

Banyak kalangan kritikus film, seperti yang dikutip oleh beberapa media di Inggris dan Amerika, menganggap film ini adalah film dokumenter yang benar-benar hidup dan bercerita bak sebuah novel.
Setingnya bergerak lurus, tapi tak demikian dengan faktor emosi dari kehidupan John dalam menjalani hari-harinya sebagai musisi dan aktivis. Karena kisah cinta itulah yang membedakan film ini dengan film dokumenter yang sejenis.

Banyak adegan yang menjadi simbol perlawanan aktivis perdamaian muncul dalam film itu. Tapi, yang benar-benar memukau dari adegan film itu adalah: penampilan John dan Yoko di sebuah konser pada Desember 1972 di Michigan, di mana bersama dengan Jerry Rubin mereka menyanyikan "John Sinclair ", sebuah lagu dari John yang didedikasikan untuk Sinclair, seorang pria aktivis perdamaian yang ditangkap dan dipenjara karena merokok ganja. Sinclair dihukum dengan hukuman yang panjang dan tidak adil. Dari konser itulah pemerintah Amerika mulai memperhitungkan John Lennon sebagai musuh yang berbahaya.

Sumber gambar: klik
Ada juga adegan dimana setelah selesai menyayikan lagu War is Over (if you want it), munculah billboard dan poster yang terkenal yang dibuat oleh John Lennon dan Yoko Ono yang muncul di sebelas kota-kota internasional. Tindakan yang provokatif dan membangkitkan masyarakat untuk memprotes perang.
Sebenarnya ada banyak cerita yang sepertinya tak cukup ditulis dalam tulisan yang sangat pendek ini. Yang jelas, inilah bagian cerita yang menjadi pengikat sepak terjang John menjadi aktivis. Hubungannya dengan Yoko.Perubahan sikap yang ditonjolkan oleh John, pada akhir tahun 60-an memang tak lepas dari peran Yoko Ono.

John, yang sejak kecil memang pemberontak, merasa ada yang kurang ketika dia mencapai puncak karirnya bersama The Beatles.  Dia merindukan sosok yang bisa menadingi jiwa pemberontaknya.
“Aku selalu bermimpi bertemu seniman wanita lalu jatuh cinta padanya,” kata John dalam cuplikan film itu.
Gayung pun bersambut, John ketemu dengan Yoko. Mereka bertemu dalam suatu pameran. Yoko adalah seorang seniman, aktivis, dan pastinya pemberontak (yeah!). Suatu perpaduan yang komplit untuk wanita yang cocok mendampingi John.

“Aku benar-benar lega ada orang lain yang sama gilanya dengan aku. Kami tertarik dan terangsang oleh pengalaman satu sama lain,”  kata John setelah dia dan yoko mengadakan performace art yang benar-benar sinting.

Yoko pun memang merasakan sesuatu yang sama dengan John. “Kami berasal dari latar belakang keluarga yang sama sekali berbeda.  Tapi kami sangat mirip artian kami benar-benar orang yang paling liar,” ujarnya.
Salah satu kegilaan mereka adalah ketika mereka mendeklarasikan negara utopi dengan bendera berwarna putih. Mungkin dari itulah video klip lagu Imagine berlatar serba putih.
***
Ada banyak cerita dalam dokumenter ini. Banyak lagu pula yang menjadi backsound-nya. Inilah sebuah kelebihan sekaligus kekurangan film ini: banyak cerita menjadi kita semakin tahu banyak sepak terjang John, sekaligus membuat film ini seolah menjadi sebuah buku biografi yang panjang.

Namun terlepas dari itu semua, pesannya sederhana dan jelas, seperti sebuah judul lagunya John: Give Peace a Chance.

Itulah daya pukau John, sang seniman sekaligus aktivis yang jenius dan flamboyan. Dia menyampaikan sesuatu dengan sederhana sekaligus liar.  Dia, misalnya, tak ingin mengumandangkan perdamaian seperti orang-orang  pintar dan patuh: hanya menyebarkan brosur yang kadang tak ingin dibaca orang.
Dunia memang tak pernah kosong dengan peperangan. Pesan John seolah hanya mimpi. Tapi dia tak peduli, kemudian dia berkata: Seorang yang bermimpi akan tetap menjadi mimpi, tapi seribu orang yang bermimpi akan menjadi kenyataan.

Sekarang, tak hanya seribu orang yang bermimpi, tapi jutaan manusia bermimpi: tentang perdamaian.
Dari kuburnya seolah dia berkata: You may say Iam a dreamer, but Iam not the only one.


4 comments:

Cinderel(l)ia said...

Seribu bahkan sejuta orang lebih boleh bermimpi. Namun,diperlukan seribu bahkan sejuta orang lebih pula yang mampu bangun dari mimpinya, bergerak dan menyegarakan perdamaian.

Rachma Rara said...

Saya baru nonton 2012, haha but never been late..

Keren-nya om John & tante yoko ini, bikin iri. Kisah cinta yang tidak biasa, saat pemerintahan Jepang & USA saling menyerang, John & Yoko menyatukan kedua negara tersebut dengan perdamaian. Hebatnya mereka memberikan bukti,real action, bukan hanya janji seperti iklan2 kampanye masa kini.

Rudini Sirat said...

kunjungi blog guwe juga coy di http://rudinisirat.blogspot.com

Bima Putra Ahdiat said...

Review yang menarik, bro. Meskipun dianggap sebagai ikon kaum hippies, pesan-pesan John Lennon melalui lirik-liriknya menembus batas kotak-kotak genre musik. Saya kira di luar jenis musik apa yang didengar, banyak orang memimpikan mimpi yang kurang lebih sama dengan John Lennon.

@Rudini Sirat: numpang iklan nih, yee...