22 November 2011

Freelancer Jahanam

Sore itu, di sebuah kafe pinggiran kota Bandung, saya asyik masyuk memperhatikan seorang kawan. Dia duduk di depan laptopnya dengan "agak" sombong. Sesekali dia mengajak saya ngobrol.

"Dua hari lagi gua ke Bali bro," Ujarnya.

Terus menerus dia ngobrol ini dan itu. Pokoknya banyak hal. Suatu kali dia mengatakan bahwa dirinya sekarang sedikit lebih kaya alias tidak miskin lagi karena menjadi seorang freelancer.

"Lho bukankah seorang freelancer itu gak ngejamin keuangan?" Begitulah hati saya menggrutu.

Tapi gerutuan hati itu hilang ketika saya perhatikan kawanku itu. laptopnya bermerek Apple, begitu juga Handphonenya: iPhone 4, bahkan sebentar lagi dia punya iPad, dan yang lebih meyakinkan: dia mentraktir saya (bagian inilah yang membuat saya senang).

Kawanku itu, orangnya semerawut, dia suka bekerja pada saat orang lain terlelap, gengsinya juga terlalu "gede" untuk kerja di kantoran, dan yang lebih penting dia menyukai pekerjaannya.

Dia memulai kerja frelancer secara full sekitar dua bulan lalu. Sebelumnya, kerjaan freelancer hanya sebagai sampingan. Setelah dia mantap di jalur itu, dia langsung cabut dari tempat kerjannya.

Apa yang dialami kawanku itu mungkin sedikit menggambarkan bagaimana seseorang memulai kerjanya sebagai freelancer.

Seorang freelancer, begitu pengakuan temanku itu, harus sering berkumpul di sebuah komunitas yang mendukung proses freelance-nya. Selain sebagai tempat bersua, bisa juga dijadikan tempat saling share pengalaman, dan yang pasti bisa mencari koneksi klien.

Saya teringat oleh seorang narasumber buku yang sedang saya tulis. Dia adalah seorang entrepreneur dalam bidang web. Dulunya, dia juga bekerja kepada orang lain lalu kemudian menjadi freelancer, sebelum akhirnya buka usaha sendiri.

Narasumber itu pernah mengatakan, senjata awal untuk menjadi freelancer adalah keyakinan dan keberanian, selain itu juga skill juga harus memadai. dari sanalah itu semua berpijak, baru kemudian hal-hal yang lainnya diatur, seperti disiplin pada deadline, mengatur keuangan sendiri, mencari komunitas, dan keluwesan mencari klien.

Jika itu sudah dicoba, fulus akan datang dengan sendirinya, seperti kawanku itu.

Saat ini tangan dan mata kawanku itu masih asyik bercumbu dengan laptopnya. Kawanku itu memang jahanam, sombong, tapi juga baik. Semua-muanya itu membuat saya respek dan terpukau sama dia sampai saat ini.

3 comments:

hahn said...

asa apal jelemana saha van haha

Pengelmu said...

Si kriting jahanam

rodiyansyah said...

si Jatruk daus gonia...
si kriting yang aduhay..