tag:blogger.com,1999:blog-358053312024-03-13T05:47:02.156+07:00PengelmuPengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.comBlogger35125tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-15603121732008636012014-01-02T11:57:00.000+07:002014-01-05T06:51:03.487+07:00Kisah Sang Kapten dan Orang yang Dimata-matainya<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-5XzyWhuDm50/UsTwy7lKasI/AAAAAAAAATY/DmFwybOnseI/s1600/The+Lives+of+Others+(2006)+2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="http://2.bp.blogspot.com/-5XzyWhuDm50/UsTwy7lKasI/AAAAAAAAATY/DmFwybOnseI/s1600/The+Lives+of+Others+(2006)+2.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://www.ixdaily.com/grind/a219b7b24f19fbfb1b8c728933a0b0a61ba9f135/">Source</a></td></tr>
</tbody></table>
Jerman Timur, tahun 1984. Seorang lelaki duduk dengan penuh perhatian. Headphone besar menutup telinganya. Dengan tubuh dan wajahnya yang kaku, dia sibuk mendengarkan sebuah rekaman percakapan orang yang dimata-matainya. Lelaki itu bernama Gerd Wiesler, dia adalah kapten di Stasi, polisi rahasia Jerman Timur. <br />
<br />
Dari lantai atas apartemen yang disadap, hari demi hari dan malam demi malam , Wiesler mendengarkan seluruh percakapan. Apartemen itu ditempati oleh seorang penulis drama bernama Georg Dreyman (Sebastian Koch) dan aktris sekaligus kekasihnya, Christa-Maria Sieland (Martina Gedeck).<br />
<br />
<a name='more'></a>Wiesler, yang diperankan Ulrich Mühe, adalah salah satu agen terbaik, seorang pria yang dingin penuh perhitungan. Dia adalah alat negara yang sempurna, efisien, emosinya hampir tak muncul, seperti sebuah robot.<br />
<br />
Perintah untuk memata-matai Dreyman ini berasal dari seorang mentri yang tertarik dengan pasangan <br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-1JWYVAfLfHU/UsTxaPmoNnI/AAAAAAAAATg/PCO1nzYDUio/s1600/The+Lives+of+Others+(2006).jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-1JWYVAfLfHU/UsTxaPmoNnI/AAAAAAAAATg/PCO1nzYDUio/s1600/The+Lives+of+Others+(2006).jpg" width="213" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://www.imdb.com/media/rm103649792/tt0405094?ref_=tt_ov_i">Source</a></td></tr>
</tbody></table>
Dreyman, dan ingin menyingkirkannya. Melalui rekan Wiesler yang bernama Grubitch, seorang peniti karir yang ambisius, perintah itu disampaikan kepada sang kapten. Weisler, yang selalu bangga mengenai dirinya karena mampu mengetahui sampai hal terkecil dari seseorang yang dimata-matainya, menerima perintah tersebut.<br />
<br />
Pengintaianpun dimulai. Weisler mendengarkan setiap percakapan Dreyman dengan lawan bicaranya secara detil dan intim. Bahkan, percakapan Dreyman dengan Sieland ketika sedang bercinta tak luput dari intaiannya (hmmm..). Dari berbagai percakapan yang didengarkan, Wiesler mulai merasakan adanya perubahan pandangan mengenai Dreyman, dan menjadi simpati.<br />
<br />
Awalnya, Wiesler tak menemukan bukti untuk menyeret Dreyman ke penjara. Sampai pada suatu hari, Dreyman menulis artikel untuk Der Spiegel, majalah Jerman Barat. Tulisannya itu bisa dikatakan bahaya oleh rezim yang berkuasa. Namun Wiesler, dengan segala kelihaianya, mengatur siasat untuk menyelamatkan Dreyman.<br />
<br />
Cerita pun mengalir melalui percakapan lain yang menjadikan Wisler semakin jatuh pada rasa simpati, sesuatu yang sebelumnya tak pernah dirasakan oleh Wiesler.<br />
<br />
Liku-liku kehidupan Dreyman yang tedengar dari berbagai percakapan dengan teman-teman dan kekasihnya, menjadi poin penting perubahan sudut pandang Wiesler, si agen terbaik Stasi.<br />
<br />
Karakter sentral dalam film ini jelas dipegang oleh Wiesler. Hal initerlihat, bagaimana sang aktor,Ulrich Mühe, memerankan sosok sang Wiesler dengan brilian. Dia menggambarkan karakter yang tidak berbicara tentang perasaannya dan emosi. Kemudian Mühe juga berhasil meyakinkan kita tentang perubahan sikap Wiesler, dengan cara yang sederhana, namun mendalam. Sang sutradara, Florian Henckel von Donnersmarck, menggambarkan Mühe sebagai aktor panggung terbesar di Jerman Timur.<br />
<br />
Selain itu, musik memiliki perannya yang penting dalam film yang meraih penghargaan Oscar untuk kategori film berbahasa asing ini. Pada salah satu adegan misalnya, lantunan piano berjudul "Sonata For a Good Man," yang diciptakan Gabriel Yared, dengan sendirinya menyentuh hati Wiesler, dan mungkin juga para penonton.<br />
<br />
Ada juga humor gelap dan satir di beberapa bagian film. Misalnya pada adegan yang berlangsung di markas besar Stasi, di mana seorang karyawan yang bertugas untuk pembuka segel surat menceritakan lelucon lucu tentang hal yang dikhawatirkan oleh diktator Jerman Timur, Erich Honecker.<br />
<br />
Kejeniusan sang sutradara, Florian Henckel von Donnersmarck, terlihat pada bagian terakhir dari film ini, setelah Tembok Berlin runtuh. Dia membawa kisahnya ke sebuah akhir yang sederhana, menarik, sekaligus satir.<br />
<br />
Banyak para kritikus film terkejut ketika film ini mengalahkan Pans Labyrinth dalam peraihan Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik pada tahun 2007. Namun, jika Anda melihat film ini, sepertinya Anda akan setuju dengan saya bahwa fim ini pantas meraih Piala Oscar.<br />
<br />
<b>Judul</b>: The Lives of Others (Das Leben der Anderen)<br />
<b>Sutradara</b>: Florian Henckel von Donnersmarck<br />
<b>Sekenario</b>: Florian Henckel von Donnersmarck<br />
<b>Pemain</b>: Ulrich Mühe, Sebastian Koch, Martina Gedeck, Ulrich Tukur<br />
<br />Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-34963268639805741192012-03-15T19:24:00.002+07:002013-05-02T18:16:42.353+07:00Jejak Sang “Don” Mafia Berkeley<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-DBcqiNkHGPU/T2HgNAzhJII/AAAAAAAAAQU/pc-TRDWw_dE/s1600/Widjojo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" height="200" src="http://4.bp.blogspot.com/-DBcqiNkHGPU/T2HgNAzhJII/AAAAAAAAAQU/pc-TRDWw_dE/s400/Widjojo.jpg" width="400" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit; font-size: small;">Widjojo Nitisastro/kompas.com</span></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Bulan Oktober 1970, majalah Ramparts yang ditulis oleh David
Ransom menerbitkan sebuah artikel mengenai hiruk pikuk perpolitikan dan keadaan
masyarakat Indonesia tahun 1960-an. Dari
tulisan tersebut munculah istilah Mafia Berkeley.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Bila Mafia Berkeley diidentikan dengan organisasi kriminal dengan
struktur dan kode etik tertentu seperti novel <i>The Godfather</i> karya Mario Puzo, mungkin tidak terlalu tepat. Namun,
bila Mafia Berkeley ini sebuah kelompok teknokrat yang diikat oleh kesamaan
visi, komitmen, kedekatan, dan kepercayaan. Kelompok inilah yang menjadi
penggagas dan otak pembangunan Indonesia pada masa Orde Baru.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Kata mafia Berkeley ini merujuk kepada sekelompok akademis lulusan
Universitas California di Berkeley yang dibiayai oleh Ford Fondation. Di
Berkeley, lebih spesifik mereka menekuni cabang ekonomi pembangunan. Dari
sejumlah ekonom yang ada di kelompok ini, nama Widjojo Nitisastro yang dianggap
sebagai “Sang Don” dari Mafia Berkeley. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Pertengahan tahun 1960-an, ekonomi Indonesia sudah kehilangan
dayanya dan sedang menuju kehancuran. Pangan berkurang, inflasi hampir 600
persen, devisa kosong, kemiskinan ada di mana-mana. Pada saat inilah Widjojo
dan kelompoknya memainkan peranan yang cukup besar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Mereka berhasil meyakinkan Soeharto bahwa perekonomian warisan
pemerintah Soekarno hanya dapat diperbaiki dengan menghormati hukum-hukum
ekonomi, menyehatkan peran mekanisme pasar, dan membuka pintu bagi perkembangan
dunia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Seluruh ide dan gagasan dari Widjojo dan kelompoknya ini
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya pada akhir 1960-an inflasi
dapat dikendalikan, penanaman modal asing dan dalam negeri melonjak,
kredibilitas bank-bank negara pulih, dan produksi secara keseluruhan meningkat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Dalam perkembangannya setiap kebijakan mereka tidaklah berjalan
mulus. Pada awal 1973, kritik terhadap mereka mulai bermunculan, yang mencapai
puncaknya pada peristiwa Malapetaka 15 Januari atau sering dipopulerkan dengan
nama Malari, 1974. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Kaum cendikiawan seperti Mohammad Hatta, Sarbini Sumawinata,
Soedjatmoko, dan Mochtar Lubis serta
aktifis mahasiswa berhasil meyakinkan masyarakat bahwa berbagai program yang
dijalankan oleh Widjojo Nitisastro telah membawa Indonesia masuk terlalu jauh
ke dalam liberalisme ekonomi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Program-program tersebut, kata para pengkritiknya, semakin
memperlebar jurang sosial ekonomi serta menyebabkan Indonesia didominasi pihak
asing. Oleh karena itu mereka mencoba meyakinkan pemerintah maupun rakyat bahwa
strategi kelompok Widjojo harus diganti dengan strategi yang lebih meningkatkan
kepentingan bisnis kaum pribumi, pemerataan pendapatan, dan melindungi pasar
dalam negeri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Awal tahun 1990-an banyak orang mengkritik lagi beberapa kebijakan
kelompok Widjojo ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa paket kebijakan pada
akhir tahun 1980-an yang bersifat pro-pasar bebas sehingga memunculkan
konglomerat-konglomerat baru yang berasal dari keturunan Tionghoa. Para
pengkritik pada periode ini adalah para pengusaha pribumi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Badai kritik yang datang
terhadap kebijakan ekonomi Widjojo memang tak memberinya keleluasaan
yang sangat besar, dengan kata lain, dalam kondisi-kondisi tertentu, kebijakan
ekonomi menyesuaikan dengan situasi politik.. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Tetapi toh itu semua tak menghalangi pandangan dunia internasional
terhadap sosok Widjojo sebagai pengendali tim teknokrat yang telah memutar
haluan ekonomi suatu bangsa berpenduduk
terbesar keempat di dunia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Kebijakan stabilisasi dan rehabilitasi Indonesia pada tahun 1966-1968
telah dipelajari oleh beberapa negara berkembang dan menjadi model untuk memformulasi
kebijakan-kebijakan mereka.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Widjojo lahir pada 23 September 1927. Setelah lulus kuliah di
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI)
tahun 1955, Widjojo melanjutkan pendidikan ekonomi dan demografi di
Universitas California, Berkeley pada September 1957 hingga Maret 1961. Memperoleh
gelar Ph.D disana. Dia menjadi guru besar di Fakultas Ekonomi UI di usia 34
tahun. Selama periode 1964-1968 menjadi dekan FE UI. Widjojo menulis sebuah
buku, yang menjadi salah satu buku yang amat populer di kalangan mahasiswa
ekonomi pada tahun 1950-an. Buku itu berjudul Soal Penduduk dan Pembangunan
Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Ketika Mafia Berkeley sedang memerankan kebijakan yang cukup
besar, Widjojo menempati posisi yang cukup strategis dalam pemerintahan
Soeharto. Ketua Bappenas (1967-1971), Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional (1971-1973), Menko Ekuin merangkap Ketua Bappenas (1973-1978 dan 1978-
1983), Penasehat Ekonomi Presiden (1993-1997).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Dengan melihat peran dan jabatannya dalam sejarah kekuasaan Orde
Baru, Widjojo Nitisastro tak bisa dipisahkan dari pembangunan ekonomi Indonesia
periode 1966-1997. Dialah arsitek ekonomi atau pemikir ekonomi orde baru.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Namun, seperti pernah ditulis oleh Chatib Basri, Direktur Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEUI. Widjojo bukan aktor di atas panggung
dengan lampu sorot dan tepuk tangan penonton, Widjojo bukanlah ilustrasi yang
baik tentang kekuatan kata dan retorika. Ia tak mengentak. Ia lebih banyak diam
dan bekerja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Subuh
itu, pada 9 Maret 2012, sang begawan telah meninggal <span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial;">di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo</span>. Di usia 84 tahun itu, sang “Don” melahirkan
banyak jejak-jejak pemikiran baik yang tertuang dalam buku-buku maupun pada kader-kader
ekonom yang brilian di negara ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<i><span style="font-family: inherit;">Good bye Don</span><span style="font-size: 13pt;"><o:p></o:p></span></i></div>
Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-10854378449729102372012-01-25T18:51:00.001+07:002014-01-02T12:13:46.386+07:00John<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-AOcaZX3i8AE/Tx_rxOqbi_I/AAAAAAAAAP8/A6DZnKBF6tE/s1600/John-Lennon-The-US-vs-John-Le-373081.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-AOcaZX3i8AE/Tx_rxOqbi_I/AAAAAAAAAP8/A6DZnKBF6tE/s200/John-Lennon-The-US-vs-John-Le-373081.jpg" height="200" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Sepasang kekasih flamboyan melakukan sesuatu dari sebuah
kamar, di kota Amsterdam. Mereka mengundang para wartawan dari media massa
internasional. Banyak yang yang menganggap mereka melakukan lelucon yang gila.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Sebenarnya,yang mereka lakukan bukanlah pesta, bukan pula
melakukan hal-hal yang ekstrim secara fisik. Yang mereka lakukan sederhana:
bercinta dalam damai!</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Secara bergantian, di hadapan kamera para wartawan, kedua
pasangan tersebut menyebut kata-kata: “Tetap di tempat tidur, angkat tanganmu,
damai di tempat tidur, bahagia! Oya!”</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Ya, memang sederhana, tapi itu bisa dikatakan gila,
sekaligus juga kreatif, karena di sana mereka memberikan pesan keseluruh dunia:
daripada berperang, sebaiknya diam di kamar. Besoknya, pesan mereka terdengar
sampai ke seluruh daratan Eropa dan Amerika.</span></div>
<br />
<span style="font-family: inherit;">Awalnya, yang diharapkan oleh wartawan dari pasangan
tersebut adalah adegan ranjang yang yang mesra dengan segala kemewahan dengan sebuah foto romantis yang ditaruh di atas
kasur, karena mereka adalah pasangan selebritis. Tapi yang terjadi, mereka
hanya memakai pakaian tidur berwarna putih. Foto yang diharapkannya pun tak
muncul, karena mereka membalik foto dan menuliskan: </span><i style="font-family: inherit;">Bed Peace.</i><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><i><br /></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Kejadian itu mereka ulang di Amerika. Di sana, mereka
melakukan hal yang lebih fenomenal: bersama para aktivis anti perang, mereka
menyanyikan sebuah lagu yang berjudul: <i>Give
Peace a chance</i>. Lagu itu kemudian menjadi lagu kebangsaan para aktivis anti
perang waktu itu.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Banyak yang berkirim surat: dari yang mencaci sampai yang
memuji. Tapi, mereka sama sekali tak peduli.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Pasangan itu bernama: John Lennon dan Yoko Ono.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;">***</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Adegan di atas adalah salah satu cuplikan dalam film U.S. VS
John Lennon, sebuah dokementer yang
menyingkap hidup kehiduan kegiatan aktivisme John Lennon dan politik Amerika
pada tahun 1960-1980.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Pada jaman itu merupakan jaman titik nadir bagi bangsa
Amerikasetelah perang dunia ke dua. Perang Vietnam, Krisis Rudal Kuba,
pembunuhan John F.Kenedy, Malcolm X,
Medgar Evers, Martin Luther King dan Robert F. Kenedy, serangan polisi pada
Konvensi Nasional Demokrat 1968 di Chicago, kasus Watergate, pengunduran diri Presiden Richard Nixon.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Maka waktu itu pengawasan FBI dan infiltrasi terhadap kelompok
aktivis kulit hitam serta organisasi politik lainnya, menjadi semakin gencar. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Dengan latar belakang kejadian itu, David Leaf & John
Scheinfeld menulis, memproduksi film dokumenter kisah heroik Lennon dan
istrinya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Banyak kalangan kritikus film, seperti yang dikutip oleh
beberapa media di Inggris dan Amerika, menganggap film ini adalah film
dokumenter yang benar-benar hidup dan bercerita bak sebuah novel. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Setingnya bergerak lurus, tapi tak demikian dengan faktor
emosi dari kehidupan John dalam menjalani hari-harinya sebagai musisi dan
aktivis. Karena kisah cinta itulah yang membedakan film ini dengan film dokumenter
yang sejenis. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Banyak adegan yang menjadi simbol perlawanan aktivis
perdamaian muncul dalam film itu. Tapi, yang benar-benar memukau dari adegan film
itu adalah: penampilan John dan Yoko di sebuah konser pada Desember 1972 di
Michigan, di mana bersama dengan Jerry Rubin mereka menyanyikan "John
Sinclair ", sebuah lagu dari John yang didedikasikan untuk Sinclair,
seorang pria aktivis perdamaian yang ditangkap dan dipenjara karena merokok
ganja. Sinclair dihukum dengan hukuman yang panjang dan tidak adil. </span><span style="font-family: inherit;">Dari konser
itulah pemerintah Amerika mulai memperhitungkan John Lennon sebagai musuh yang
berbahaya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-iTuvfhlKmJI/Tx_shpWG2mI/AAAAAAAAAQE/G514Fh7IB6U/s1600/john-lennon+war+is+over+%255B1%255D.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-iTuvfhlKmJI/Tx_shpWG2mI/AAAAAAAAAQE/G514Fh7IB6U/s1600/john-lennon+war+is+over+%255B1%255D.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar: <a href="http://standinatthecrossroads-blackcatbone.blogspot.com/">klik</a></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: inherit;">Ada juga adegan dimana setelah selesai menyayikan lagu </span><i style="font-family: inherit;">War is Over (if you want it)</i><span style="font-family: inherit;">, munculah billboard
dan poster yang terkenal yang dibuat oleh John Lennon dan Yoko Ono yang muncul
di sebelas kota-kota internasional. Tindakan yang provokatif dan membangkitkan
masyarakat untuk memprotes perang.</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Sebenarnya ada banyak cerita yang sepertinya tak cukup
ditulis dalam tulisan yang sangat pendek ini. Yang jelas, inilah bagian cerita
yang menjadi pengikat sepak terjang John menjadi aktivis. Hubungannya dengan
Yoko.</span><span style="font-family: inherit;">Perubahan sikap yang ditonjolkan oleh John, pada akhir tahun
60-an memang tak lepas dari peran Yoko Ono.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">John, yang sejak kecil memang pemberontak, merasa ada yang
kurang ketika dia mencapai puncak karirnya bersama The Beatles. Dia merindukan sosok yang bisa menadingi jiwa
pemberontaknya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">“Aku selalu bermimpi bertemu seniman wanita lalu jatuh cinta
padanya,” kata John dalam cuplikan film itu. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Gayung pun bersambut, John ketemu dengan Yoko. Mereka
bertemu dalam suatu pameran. Yoko adalah seorang seniman, aktivis, dan pastinya
pemberontak (yeah!). Suatu perpaduan yang komplit untuk wanita yang cocok
mendampingi John.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">“Aku benar-benar lega ada orang lain yang sama gilanya
dengan aku. Kami tertarik dan terangsang oleh pengalaman satu sama lain,” kata John setelah dia dan yoko mengadakan <i>performace art</i> yang benar-benar sinting.
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Yoko pun memang merasakan sesuatu yang sama dengan John. “Kami
berasal dari latar belakang keluarga yang sama sekali berbeda. Tapi kami sangat mirip artian kami
benar-benar orang yang paling liar,” ujarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Salah satu kegilaan mereka adalah ketika mereka
mendeklarasikan negara utopi dengan bendera berwarna putih. Mungkin dari itulah
video klip lagu <i>Imagine</i> berlatar
serba putih.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit;">***</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Ada banyak cerita dalam dokumenter ini. Banyak lagu pula
yang menjadi <i>backsound</i>-nya. Inilah
sebuah kelebihan sekaligus kekurangan film ini: banyak cerita menjadi kita
semakin tahu banyak sepak terjang John, sekaligus membuat film ini seolah
menjadi sebuah buku biografi yang panjang.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Namun terlepas dari itu semua, pesannya sederhana dan
jelas, seperti sebuah judul lagunya John: <i>Give
Peace a Chance</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Itulah daya pukau John, sang seniman sekaligus aktivis yang
jenius dan flamboyan. Dia menyampaikan sesuatu dengan sederhana sekaligus
liar. Dia, misalnya, tak ingin
mengumandangkan perdamaian seperti orang-orang
pintar dan patuh: hanya menyebarkan brosur yang kadang tak ingin dibaca orang.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Dunia memang tak pernah kosong dengan peperangan. Pesan John
seolah hanya mimpi. Tapi dia tak peduli, kemudian dia berkata: Seorang yang
bermimpi akan tetap menjadi mimpi, tapi seribu orang yang bermimpi akan menjadi
kenyataan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Sekarang, tak hanya seribu orang yang bermimpi, tapi jutaan
manusia bermimpi: tentang perdamaian.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;">Dari kuburnya seolah dia berkata: <i>You may say Iam a dreamer, but Iam not the only one</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<i><br /></i></div>
Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-83964137673378388942012-01-03T00:09:00.000+07:002012-01-03T01:25:00.330+07:00Resolusi<span style="font-family: inherit;">Rokok sudah habis empat batang. Hampir satu jam mata
Jabir melototi laptop. Sesekali dia mengecek laman media sosial dari HP-nya.
Namun tulisan yang berisi daftar resolusi untuk tahun 2012 tak kunjung selesai.
Padahal, pergantian tahun hampir satu jam lagi. Si Jabir hampir putus asa.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Tiba-tiba sang Pengelmu datang. Dengan suara yang agak
berat, Sang Pengelmu bertanya, "Kenapa bir?"<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Jabir tak segera menjawab. Pikirannya masih diselimuti
kerumitan menuliskan resolusi pribadi.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Baru setelah pengelmu mengulangi pertanyaan dengan
agak keras, akhirnya dia menjawab. "Oh, ini Pengelmu, saya lagi <i>bla..bla...bla..</i>" Jabir menjawab dengan panjanglebar pertanyaan
sang Pengelmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Pengelmu pun tersenyum. Dengan pandangan mata yang
tajam, dia bertanya lagi, "<i>Emang kalo</i> gak nulis apapun tentang
resolusi, kamu berdosa ya?"<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Bukan <i>gitu</i> kang
mas Pengelmu. Maksud <i>ane</i> bikin resolusi, supaya
tekad yang tertulis dalam resolusi bisa bikin <i>ane</i> terpacu
untuk mencapainya. <i>Gitu</i>!"
Ujar jabir dengan nada ketus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Nyantai Bir, tenang! Maksud saya tadi nanya,
hanya iseng saja, soalnya mukamu muram seolah-olah dunia akan kiamat
besok," kilah Pengelmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Kemudian Sang Pengelmu duduk. Sambil merokok dan
meminum anggur putih kesukaannya, dia mulai berbicara tentang beberapa orang
yang dilihatnya akhir-akhir ini. Dia berbicara bahwa ketika almanak akan
berganti, hampir semua temannya menuliskan resolusi pribadi. Ada yang ditulis
di buku harian, dipampang di kamar, diposting di sosial media, atau hanya
ditulis dalam hati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Semua-muanya adalah rencana dan target yang harus
dicapai tahun berikutnya. Seorang mahasiswa tingkat akhir, misalnya,
menargetkan supaya bisa pakai toga pada wisuda mendatang. Seorang jomblo,
menyiapkan jurus untuk mendapatkan pasangan idamannya. Seorang pacar teladan,
berencana untuk bisa memakaikan cincin tunangan di jari pacarnya. Seorang
bajingan, merancang modus yang lebih oke untuk menggaet korban beriktunya.
Seorang penganggur, mendaftar pekerjaan apa yang bisa bisa mendatangkan fulus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Terus terang saja, saya cuman punya satu
resolusi tahunan: tak ada resolusi tahunan!" kata Pengelmu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Berarti <i>ente</i> itu <i>gak</i> punya
rencana ke depan dong?" Tanya Jabir.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Ya enggak juga"<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"<i>Lho</i> kok?" Jabir
Keheranan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Dengan tenang Sang pengelmu menerangkan bahwa resolusi
itu bisa setiap hari dibuat. Tak perlu menunggu tahun berganti, dan tak perlu
pusing-pusing di akhir tahun hanya untuk mendaftar resolusi. Baginya, membuat
resolusi adalah ketika otak tersadar <i>pas</i> bangun
pagi, di sanalah resolusi kita pancangkan dalam benak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Halah, tiap hari kan <i>mood</i>-nya beda, <i>entar</i> resolusinya
ke sana-kemari alias gak jelas," Kata Jabir.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Seolah tak mau kalah, Sang Pengelmu kemudian menjawab,
"Nah, di sanalah peran resolusi hidup. Ingat, resolusi hidup itu yangg
membimbing resolusi harian. Jadi, resolusi tahunan itu banci. Kalo mau resolusi
yang permanen ya resolusi hidup, terus kalo mau cepet, ya resolusi
harian."<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Tanpa pikir panjang, si Jabir menjawab, "<i>Halah</i>,
nanggung nih, soalnya waktu <i>ente</i> barusan ngomong, <i>ane</i> sudah <i>dapet</i> apa
yang mau dijadikan resolusi tahun depan. Terus kalo resolusi tahunan udah
dibuat, ya tinggal disandingkan dengan resolusi harian dan resolusi
hidup!"<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Kontan saja, Sang Pengelmu menjawab, "Tapi kan
jadi ribet kalo ketiga-tiganya disandingkan."<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">"Biarin, yang bikin resolusi <i>ane</i> kan <i>ane</i> sendiri," tangkis
Jabir.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Lalu keduanya terdiam beberapa saat. Tak lama
kemudian, si Jabir melanjutkan menuliskan resolusi tahunannya, dan Sang Pegelmu
pun pergi sambil melanjutjan minum anggur putih dan merokok.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Bagaimana dengan Anda? Apakah punya resolusi tahunan
seperti si Jabir? Atau seperti Sang Pengelmu yang memilih tidak punya resolusi
tahunan? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;">Jawabannya ada di tangan anda sendiri. Yang Jelas,
semua berpijak pada satu pertanyaan: <i>What do you want to do with your
life?</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-18126868912073958872011-12-23T00:55:00.001+07:002011-12-23T11:34:34.376+07:00Sikap<i>Sekali dalam Hidup, orang harus Menentukan Sikap. Kalau Tidak, Dia Tidak Akan Menjadi Apa-Apa </i>--(Pramoedya Ananta Toer)<br />
<br />
Pada setiap persimpangan hidup, kita dituntut untuk bersikap. Setidaknya, itulah kata orang bijak. <br />
<br />
Saya tidak tahu kenapa sebagian orang mengeluh tentang sikap dan keinginannya. Celakanya, mereka yang mengeluh seperti itu telah beranjak dewasa. Dan yang paling celaka: ternyata saya bagian diantara mereka.<br />
<br />
Setiap menjelang awal tahun, kita membuat ritual: menulis resolusi pribadi ini dan itu. Tak peduli apakah resolusi ini mengulang yang dulu atau membuat yang baru. <br />
<br />
<a name='more'></a>Tapi bukankah itu hanya sebuah rutinitas tahunan? Pernahkah Anda membuat resolusi hidup?<br />
<br />
Saya teringat pertanyaan seorang teman, "<i>What do you want to do with your life</i>?"<br />
Pertanyaan itu menusuk tepat di ulu hati kesadaran saya. Saya tak bisa menjawab. Bahkan temanku juga tak bisa menjawab.<br />
<br />
Menentukan sikap ternyata tak sederhana, setidaknya bagi saya dan sebagian orang yang berada dipersimpangan hidup.<br />
<br />
Apakah orang yang bersikap itu takut menjalani kehidupan? Setiap orang bisa berapologi: tak menentukan sikap juga merupakan sikap.<br />
<br />
Ya, walau bagaimanapun, kehidupan terus berjalan. Di tangan kita sendirilah hidup ini hanya akan menjadi debu, candu, atau madu.Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-90287679266085702052011-12-18T08:51:00.000+07:002011-12-18T09:36:42.786+07:00LariEntah karena terinspirasi oleh film Forest Gump atau <i>What I Talk about When I Talk about Running</i> karya Haruki Murakami, seorang teman mengajakku lari, pagi ini. Namun saya tolak. Karena pagi ini saya ingin menulis. Sebagai ganti gak jadi lari, maka saya menulis tentang lari.<br />
<br />
Berlari, terutama di pagi hari, memang sangat baik bagi kesehatan. Bayangkan saja, menurut para ahli, dengan berlari secara teratur membuat tubuh lebih prima dan awet muda. <br />
<br />
<a name='more'></a>Nah, selain itu, manfaat lainnya juga seperti membakar lemak, menajamkan pandangan, menjaga kesehatan jantung, mengurangi kepikunan, lancar berpikir, dan <i>last but not least</i> berlari juga dapat meningkatkan gairah seksual<i> lho</i>.<br />
<br />
Berlari, punya makna lain dari sekadar olahraga. Dalam hidup yang serba cepat ini, filosofi lari memang sangat erat dalam kehidupan moderen. Kecepatan dalam lari setidaknya menginspirasi kita untuk tetap cepat dalam mengambil kesempatan. Ketahanan lari juga menginspirasi kita untuk selalu bertahan dalam kepungan masalah yang mendera.<br />
<br />
Laiknya laku manusia yang lain, lari juga punya cerita-cerita menarik. Di Jakarta misalnya, sepasang pengantin meresmikan pernikahannya sambil berlari. Ada tulisan “<i>just maried</i>” di tubuhnya masing-masing.<br />
<br />
Bagi orang yang berfulus, berlari juga bisa dijadikan ladang amal. Sandiaga L. Uno, seorang pengusaha muda, pernah mengadakan acara Berlari untuk Berbagi. Dia menyumbangkan fulus dengan cara: setiap kilometer dia berlari, maka akan dikalikan 10 juta. Uangnya itu akan disumbangkan untuk yayasan amal. Yang menarik, cara-cara serti itu juga diikuti oleh orang-orang kaya lainnya.<br />
<br />
Meski tergolong jenis olahraga yang paling sederhana, bagi beberapa orang, seperti temanku misalnya, memang harus<i> fashionable</i>. <br />
<br />
Tak cukup mengenakan sepatu, kaus, topi, kaca mata, dan <i>water belt</i> (sabuk untuk botol air minum) tapi juga dilengkapi peralatan canggih seperti Nike+, sebuah alat yang terhubung ke iPod yang terpasang di sol sepatu. Alat ini menyampaikan semua informasi mengenai waktu, jarak, serta kecepatan langkah ke iPod. <i>Uiiiih.</i><br />
<br />
Kalau melihat itu, ternyata lari tak kalah <i>fashionable</i> dengan olahraga bersepeda.<br />
<br />
Nah, sudahkah Anda lari pagi ini? Atau sama seperti saya, duduk-duduk di depan laptop?Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-77522448234431325242011-12-15T18:21:00.002+07:002011-12-15T21:00:59.924+07:00Pertaruhan"<i>Hidup yang tak dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan</i>,"<br />
Sepenggal sajak penyair Jerman, <b>Friedrich Schiller</b>, yang dikutip <b>Sjahrir</b> dalam suratnya di pembuangan kota Digoel.Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-40880589994033854532011-11-25T13:16:00.000+07:002011-12-24T12:45:45.495+07:00Bandit<br />
Hari ini adalah hari guru. Setidaknya itulah yang ramai diperbicangkan di media sosial dan media massa. banyak kata untuk menuliskan hal itu. Tapi semua-mua telah dikupas habis di media-media, seolah tak ada celah bagi saya untuk menulis hal lain tentang itu.<br />
<br />
Sesaat kemudian, saya teringat tulisan seorang sastrawan Indonesia yang pernah dinominasikan penghargaan Nobel dalam bidang sastra, Pramoedya Ananta Toer. Kalimat-kalimat itu muncul dalam novelnya, Jejak Langkah, novel ketiga dari Tetralogi Pulau Buru yang melegenda itu.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Saya buka-buka lagi Novel itu. Beginilah tulisannya:<br />
<blockquote class="tr_bq">
<i>“Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya“</i></blockquote>
Hanya itu yang ingin saya tulis. Karena segala puja-puji di pelbagai media untuk guru tak pernah digubris pemerintah. Gaji guru honorer masih tak rasional rendahnya. Kadang, mereka tak butuh puja-puji. Karena puja-puji saja hanya membuat perut mereka tetap tercekik.<br />
Begitulah!<br />
<br />
Bumi Siliwangi, 25 November 2011Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-83921178121205499132011-11-22T20:16:00.000+07:002011-11-22T20:57:18.999+07:00Freelancer Jahanam<div style="font-family: inherit;">Sore itu, di sebuah kafe pinggiran kota Bandung, saya asyik masyuk memperhatikan seorang kawan. Dia duduk di depan laptopnya dengan "agak" sombong. Sesekali dia mengajak saya ngobrol.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">"Dua hari lagi gua ke Bali bro," Ujarnya.</div><a name='more'></a><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Terus menerus dia ngobrol ini dan itu. Pokoknya banyak hal. Suatu kali dia mengatakan bahwa dirinya sekarang sedikit lebih kaya alias tidak miskin lagi karena menjadi seorang <i>freelancer</i>. </div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">"Lho bukankah seorang <i>freelancer</i> itu gak ngejamin keuangan?" Begitulah hati saya menggrutu. </div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Tapi gerutuan hati itu hilang ketika saya perhatikan kawanku itu. laptopnya bermerek Apple, begitu juga Handphonenya: iPhone 4, bahkan sebentar lagi dia punya iPad, dan yang lebih meyakinkan: dia mentraktir saya (bagian inilah yang membuat saya senang).</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Kawanku itu, orangnya semerawut, dia suka bekerja pada saat orang lain terlelap, gengsinya juga terlalu "gede" untuk kerja di kantoran, dan yang lebih penting dia menyukai pekerjaannya.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Dia memulai kerja <i>frelancer</i> secara <i>full</i> sekitar dua bulan lalu. Sebelumnya, kerjaan <i>freelancer</i> hanya sebagai sampingan. Setelah dia mantap di jalur itu, dia langsung cabut dari tempat kerjannya.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Apa yang dialami kawanku itu mungkin sedikit menggambarkan bagaimana seseorang memulai kerjanya sebagai <i>freelancer</i>. </div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Seorang <i>freelancer</i>, begitu pengakuan temanku itu, harus sering berkumpul di sebuah komunitas yang mendukung proses <i>freelance</i>-nya. Selain sebagai tempat bersua, bisa juga dijadikan tempat saling <i>share</i> pengalaman, dan yang pasti bisa mencari koneksi klien.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Saya teringat oleh seorang narasumber buku yang sedang saya tulis. Dia adalah seorang <i>entrepreneur</i> dalam bidang web. Dulunya, dia juga bekerja kepada orang lain lalu kemudian menjadi <i>freelancer</i>, sebelum akhirnya buka usaha sendiri. </div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Narasumber itu pernah mengatakan, senjata awal untuk menjadi <i>freelancer</i> adalah keyakinan dan keberanian, selain itu juga <i>skill</i> juga harus memadai. dari sanalah itu semua berpijak, baru kemudian hal-hal yang lainnya diatur, seperti disiplin pada <i>deadline</i>, mengatur keuangan sendiri, mencari komunitas, dan keluwesan mencari klien.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Jika itu sudah dicoba, fulus akan datang dengan sendirinya, seperti kawanku itu.</div><div style="font-family: inherit;"><br />
</div><div style="font-family: inherit;">Saat ini tangan dan mata kawanku itu masih asyik bercumbu dengan laptopnya. Kawanku itu memang jahanam, sombong, tapi juga baik. Semua-muanya itu membuat saya respek dan terpukau sama dia sampai saat ini.</div>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-67697013235228807492011-02-09T01:30:00.000+07:002011-12-02T10:57:32.562+07:00Ya, Namanya Juga Guru Honorer!<div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">
<link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Seorang teman mengeluh. Padahal tak biasanya dia mengeluh. Setelah dia bercerita, penyebab keluhannya ternyata bersumber pada ketidaksesuaian kerjanya dengan gaji yang diterima. “Bayangkan saja, saya capek-capek kuliah untuk mendapat gelar yang sesuai dengan profesi saya sekang, ketika nyari kerja yang sesuai, <i>eh</i> susahnya minta ampun. <i>Pas</i> giliran dapat kerja, gajinya cuman cukup buat ongkos sama keperluan kerja doang,” gerutu teman saya.</span><br />
<span style="font-size: small;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Kerja apakah gerangan teman saya tersebut? ”Saya guru honorer,” jawab temen saya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Ups</span></i></span><span lang="IN" style="font-size: small;">, tunggu dulu, keluhan itu tidak saja meluncur dari teman saya saja. Ada puluhan ribu guru honorer lainnya yang senasib, atau bahkan bahkan lebih buruk, yang menjerit karena gaji yang didapat jauh dikatakan layak. Gaji mereka berkisar antara 125 ribu sampai dengan 400 ribu. Khusus yang bergaji 350 ribu ke atas, bisa dikatakan sedikit bila dibandingkan dengan yang bergaji di bawahnya. Guru honorer memang hidup tanpa jaminan : tidak ada gaji tetap, tunjangan keluarga, dan kesehatan serta pension.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Padahal sepengetahuan saya ketika dulu kuliah praktek mengajar di sekolah, ataupun melihat beberapa guru honorer di daerah saya, saya melihat kerja dan beban tanggung jawab tidak berbeda jauh dengan dengan guru yang sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: small;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Ketika guru yang berstatus PNS membuat laporan kinerja, membuat rancangan pengajaran, piket, dll, guru honorer juga melakukan hal yang sama. Bahkan dalam beberapa kasus, bila misalnya guru honorer itu masih muda maka sering dimintai bantuan, untuk tidak mengatakan disuruh-suruh, oleh guru yang berstatus PNS.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Menurut data Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mencatat bahwa saat ini di Indonesia sebesar 922 ribu orang, terdiri dari 472 ribu orang di sekolah negeri, dan 450 ribu orang di sekolah swasta. Semua tersebar di seluruh kabupaten/kota. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Dengan jumlah yang tidak sedikit tersebut, setidaknya guru honorer berjasa mengisi kekosongan guru di daerah. Sebagian besar dari jumlah di atas, mengajar di sekolah-sekolah agama yang tidak terjangkau sistem pembinaan pendidikan oleh pemerintah daerah. Ini terjadi mengingat pendidikan agama di bawah kewenangan pemerintah pusat langsung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Yang lebih miris lagi, selain gaji kurang layak, banyak pula guru honorer yang belum terlindungi jaminan sosial. Bukankah guru tersebut sebagian besar bukan dari keluarga yang berkecukupan. Mau bukti? Di Kalimantan Selatan misalnya, dari 45 ribu guru honorer di sekolah swasta, sekitar 30 ribu di antaranya hidup miskin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Ketika bekerja pun masa depan meraka jauh lebih tidak terjamin. Sebanyak enam guru honorer SMA 2 Padalarang, diberhentikan pihak sekolah via SMS. Pemberhentian tersebut dilakukan dengan alasan efisiensi tenaga pengajar di lingkungan sekolah. Bandingkan misalnya dengan gur yang berstatus PNS yang untuk menegur kesalahan secara prosedur saja ribetnya minta ampun, sehingga bila ada kesalahan hanya ditegus secara lisan, bahkan cenderung didiamkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Saat ini pemerintah memang sudah memikirkan dan bahkan melakukan beberapa kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Tapi lagi-lagi nasib guru honorer kurang terakomodasi, karena kenaikan gaji itu hanya untuk mereka yang bersetifikasi, yang hampir semuanya guru PNS. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Protes-protes dari puluhan ribu guru honorer, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah seakan dianggap angin lalu. Saat ini pemerintah mencari penyelesaian yang tuntas terhadap masalah guru honorer dengan menentukan pendapatan minimum bagi para guru honorer meskipun secara bertahap. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small;">Selain itu jika guru honorer yang sudah memenuhi persayaratan sulit untuk diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil, maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan supaya guru honorer ini mendapatkan bantuan penghasilan yang layak.<o:p></o:p></span></div>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-83141404796445430522010-11-04T03:00:00.000+07:002011-12-01T23:30:08.235+07:00Jurnalisme"<i>Prinsip jurnalisme itu kan tidak untuk menemukan kebenaran, tapi mengetuk-ngetuk pintu bagi munculnya kebenaran</i>"-- <b>Goenawan Mohamad</b>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-1855027273509894282010-10-05T23:32:00.000+07:002011-12-01T23:45:16.613+07:00Thank You<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit; line-height: 19px;">"<i>I'd like to say "thank you" on behalf of the group and ourselves and I hope we passed the audition</i>" --- <b>John Lennon</b></span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-25398791536987482142010-09-09T01:00:00.000+07:002011-12-02T08:37:48.114+07:00"<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>The cry for peace will be a cry in the wilderness, so long as the spirit of nonviolence does not dominate millions of men and women</i></span>" <b>Mahatma Gandhi</b>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-78290875035251883392010-09-08T21:46:00.003+07:002011-12-01T23:06:16.678+07:00PTN Cari Fulus<div style="font-family: inherit;">
<link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CUPK_KE%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-ansi-language:IN;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:595.3pt 841.9pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Bila anda kaya dan mempunyai anak kurang pintar jangan terlalu cemas untuk tidak masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Karena bagi si kaya banyak cara yang legal sebagai alternatif. Jalan tol itu bernama jalur masuk khusus. Di setiap PTN, terutama yang bersetatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Jalur itu bertabur fulus, sehingga si miskin, walaupun sepintar apapun dia, tak akan ambil bagian untuk bersaing.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Berapa fulus yang harus dikeluarkan? Dari angka 16 juta sampai dengan 175 juta, bahkan tak sedikit diatas harga itu bila jurusannya cukup bergengsi seperti jurusan kedokteran. <i>Ouch</i> yeah.. <i>Lho</i> bukankah PTN itu milik negara dan tentunya disubsidi dengan uang rakyat?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Cerita ini bermula pada tahun 2000 ketika empat perguruan PTN terkemuka berubah statusnya dari PTN biasa menjadi Perguruan Tinggi (PT) BHMN. BHMN ini merupakan salah satu bentuk badan hukum di Indonesia yang dibentuk awalnya untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka privatisasi lembaga pendidikan. </span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: small;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Dengan status tersebut, setiap PT mempunyai kewenangan sendiri atas nama otonomi. Otonomi bukan saja dalam hal akademik, tetapi juga pendanaan. Maka biaya pun bisa dengan mudah dinaikan sesuai dengan keputusan PT masing-masing. Dalih otonomi juga menjadikan PT BHMN bebas mencari dana dari sispapun karena pemerintah mengurangi subsidi biaya kuliah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Laiknya sebuah perusahaan, PT BHMN mempunyai kebebasan mencari sumber fulus melalui hasil penelitian, jasa konsultasi, atau meminjamkan stafnya sebagai tenaga ahli ke sektor industri. Selain itu, mereka bisa membuka program yang mendatangkan fulus seperti ekstensi dan program megister. Pendeknya, apa pun potensin yang dimiliki perguruan tinggi bisa menggenjot penerimaan, asalkan tak melanggar aturan main, pasti halal. Dan sebagai akibat dari hal itu, maka kenaikan SPP pun menjadi hal yang lumrah. Lucunya, mereka menganggap hal itu bukan kenaikan, tapi, “sekadar tarif baru”, <i>oalah</i>!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Para mahasiswa dan elemen masyarakat yang peduli terhadap kepentingan masa depan pendidikan kontan memprotes. Bahkan para mahasiswa turun ke jalan guna menolak keberadaan PT BHMN. Tapi pemerintah dan PT BHMN tak bergeming. Bahkan beberapa tahun PT BHMN bertambah anggotanya menjadi tujuh PT.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Dari kisah itu bertahun kemudian dapat kita saksikan bagaimana kultur akademik yang sejatinya memunculkan budaya intelektual malah tergerus budaya pasar yang menciptakan budaya bisnis. Para staf ahli, peneliti, dan dosen di kampus ternama berbondong-bondong menjual jasa lewat PT BHMN kepada perusahaan-perusahaan dan baik milik pemerintah maupun swasta. Mereka kadang, atau bahkan sering lupa untuk membimbing mahasiswa dalam membimbing. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Penelitian-penelitian hanya bersifat proyek-proyek pesanan yang berorentasi profit. Tak ada lagi proyek yang sesuai dengan idealisme platform universitas. Ini menjadi ironi, dimana cita-cita BHMN itu ingin kemandirian yang luas pada akademik tetapi dalam kenyataannya tidak mandiri, bisa diatur sedemikian rupa yang penting dapat proyek.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Pemerintah kemudian melembagakan komersialisasi ini kepada bentuk yang lebih tinggi melalui undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang disyahkan pada akhir 2008. Tapi untunglah sekelompok intelektual, masyarakat, dan mahasiswa berhasil membatalkan undang-undang tersebut melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi pemerintah tak kehilangna akal, mereka kemudian berencana membentuk undang-undang susulan untuk mengisi kekosangan undang-undang tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Mungkin, pemikiran Jurgen Habermas tentang Demokrasi deliberatif layak dikemukakan kembali. Dalam model Habermas ini, demokrasi harus mengikutsertakan pertimbangan publik, kita jadikan alat ukur perlunya uji materi suatu undang-undang, perlu tidaknya sebuah undang-undang yang disetujui DPR diundangkan. Dengan sistem tersebut memperkecil kebijakan yang sangat merugikan rakyat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Otonomi akademik memang perlu, tetapi itu harus disokong penuh oleh pemerintah. Jadi, jangan sampai otonomi akademik ini dibarengi dengan otonomi pembiayaan jika masyarakat kita belum mampu untuk melaksanakan hal itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-size: small;"><br />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span lang="IN" style="font-size: small; line-height: 115%;">Bila itu dilakukan, maka universitas akan menciptakan tradisi intelektual, bukan tradisi bisnis. Bukankah di dunia ini tida ada negara yang bangkrut hanya karena membiayai pendidikan rakyatnya?<o:p></o:p></span></div>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-22466866995396566522010-04-10T19:29:00.000+07:002011-12-01T23:07:11.092+07:00Balik ke PTNKabar baik dari Mahkamah Konstitusi (MK) itu datang pada tanggal 31 Maret 2010. Kabar baik itu untuk semua rakyat Indonesia yang menginginkan pemerintah i bertanggung jawab secara penuh terhadap pendidikan. Kabar baik itu adalah pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.<br />
<br />
Seperti dapat durian runtuh, saya melonjak kegirangan. Ternyata MK juga punya nyali dan hati nurani untuk menyelamatkan pendidikan di Negara kita.<br />
<br />
<br />
Menurut seorang tokoh pendidikan, Darmaningtyas, untuk sekolah TK hingga perguruan tinggi pada umumnya, pembatalan tidak berimplikasi apa pun karena mereka berjalan berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Implikasi itu hanya dirasakan perguruan tinggi negeri (PTN) yang berubah status menjadi perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN).<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Sejak awal, ketika beberapa kampus negeri seperti UGM, ITB, IPB, dan UI pada tahun 2000 berubah status menjadi BHMN, perlawanan keras dari mahasiswa, masyarakat dan beberapa intelektual muncul silih berganti. Tapi protes itu tak seakan tak digubris pemerintah, karena beberapa tahun berikutnya, UPI,USU, dan Unair. Ikut-ikutan BHMN<br />
<br />
Apa bahaya dari PT BHMN?<br />
<br />
Kesenjangan antara kaum miskin dan kaya makin melebar dan menggerogoti mutu pendidikan di PT BHMN.<br />
<br />
Kenapa?<br />
<br />
Karena eh karena yang diterima bukan yang terpintar, melainkan yang mampu membayar.<br />
<br />
Yang paling jelas kentara adalah di fakultas kedokteran umum. Di fakultas kedokteran, yang lulusannya akan bekerja untuk kemanusiaan ini justru menjadi fakultas termahal sehingga yang diterima belum tentu mampu atau pintar. Sehingga berdampak buruk bagi lulusannya. Oalaah<br />
<br />
Belum selesai dengan masalah itu, pemerintah kemudian menetapkan BHP, BHMN-nya untuk semua jenjang pendidikan, disyahhkan pada tahun 2009.<br />
<br />
Menganggap pemerintah cuci tangan terhadap tanggung jawab pendidikan, maka segenap elemen warga Negara, seperti mahasiswa, guru, intelektual, dan masyarakat menggugat undang-undang tentang BHP. Hasilnya, atas rahmat tuhan yang maha Esa, BHP dibatalkan.<br />
<br />
Tak pelak, beberapa PT BHMN menjadi binggung setengah mati, karena kadung menikmati fulus dan keleluasaan dari hasil setatusnya yang BHMN, tak memiliki undang-undang untuk menjadi PT BHP (kasian de luh).<br />
<br />
Maka pada tanggal 5 april 2010, lma hari setelah pembatalan Undang-Undang BHP, maka semua rector PT BHMN minta tuung pada pemerintah melalui Mentri pendidikan nasional, Muhammad Nuh. Mereka membicarakan masa depan status perguruan tinggi mereka.<br />
<br />
Keputusan memang belum dibuat. Tapi, pemerintah sebaiknya tidak menerapkan lagi, walaupun dengan sedikit modifikasi, undang-undang salah kaprah itu. Kebalikan PT BHMN menjadi PTN seperti sebelumnya dengan sedikt otonomi.<br />
<br />
Ini penting, karena tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan menjadi adalah suatu keniscayaan. Tidak ada di dunia ini suatu negara yang bangkrut karena membiayai rakyatnya untuk cerdas.Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-47312632622037450832010-02-28T20:33:00.000+07:002011-12-01T23:06:42.323+07:00RPM, Niat baik salah tempatTanggal 11 Februari 2010, dalam situs resmi kementrian Komunikasi dan Informasim muncul Rancangan Peraturan Mentri (RPM) tentang Konten Multimedia untuk diuji publik. Intinya, isi dari dari RPM itu adalah peraturan yang mengatur tentang konten internet. <br />
<br />
Konon katanya, RPM ini merupakan sikap pemerintah atas berbagai masalah di ranah daring, seperti kasus-kasus hukum akibat penggunaan internet untuk penipuan, penculikan,dll.<br />
<a name='more'></a><br />
Namun, niat baik itu ternyata menjadi bulan-bulanan bagi keminfo, khusunya bagi sang mentri, Tifatul sembiring. Karena, bukannya dukungan yang mengalir tapi protes yang datang.<br />
<br />
Awalnya,tanggapan muncul dari segenap penghuni ranah daring, lalu orang-orang yang merasa berkepentingan pun urun rempug dalam masalah ini.<br />
<br />
Beberapa alasan yang menjadi penolakan terhadap RPM tersebut adalah RPM konten ituu bersebrangan dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 mengenai kebebasan berpendapat, Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, dan undang-undang lain. <br />
<br />
Itu penolakan dari para ahli hukum. Nah, kalangan pers pun ikut-ikut seru melawan aturan itu karena akan menghalangi pekerjaan mereka sebagai pemberi warta kepada masyarakat. Dalih mereka, rPM bertentangan dengan Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers.<br />
<br />
Di sisi lain bila RPM ini diberlakukan, maka berbagai tulisan, gambar diam dan bergerak, atau bentuk audio visual di internet akan diatur. Kemudian dengan keadaan seperti itu Kementerian Kominfo berwenang memerintahkan para penyelenggara jasa multimedia memantau, merekam, dan memeriksa seluruh content yang berseliweran di mayantara.Jadi, analoginya penyelenggara jasa multimedia seperti polis. <br />
<br />
Apanya yang bahaya?<br />
<br />
Jelas sekali bahwa semua hal-hal yang rahasia dan pasti sensitif seperti dokumen kepresidenan atau e-mail Istana yang dikirim lewat Internet pun harus melewati pemeriksaan penyelenggara. Ya semacam penyadapan terhadap seluruh transaksi elektronik. Oalaaaahh...<br />
<br />
Sepertinya niat baik, untuk tidak mengatakan niat membelenggu kebebasan, bila diatur dan ditempatkan pada tempat yang salah. akhirnya ya amburadul dan bukan manfaat serta pujian yang didapat, justru kecaman menghampiri.<br />
<br />
Hey Mr. Tifatul, please dong ah..!Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-31669537166279087922010-01-28T11:28:00.000+07:002011-12-02T07:54:32.171+07:00Tragedi di Pagi HariKawan, ini cerita tentang kejadian tadi pagi. Bukan cerita yang menyenangkan, tapi cerita yang memilukan. Saya menganggap itu adalah tragedi. Tragedi tentang anak-anak manusia yang ada di kosan saya.<br />
<br />
Inilah kisahnya.<br />
<br />
Jabeer duduk di depan komputer kesayangannya. Sambil merokok, dia asyik masyuk searching di dunia maya.<br />
<span class="fullpost"></span><br />
<a name='more'></a><span class="fullpost"><br />
Tiba-tiba, Nunu datang dari luar kamar. "Anjir, Sweater aing aya nu maok deui euy, ah aing mah, goblog nu malingna," umpatnya sambil berteriak.<br />
<br />
Jabeer pun tersentak mendengarnya. Dia pun memastikan, "wah, nu bener?"<br />
<br />
Nunu menjawab, "bener anjrit."<br />
<br />
Nunu terus mengumpat. Sesekali mengepalkan tangannya sambil berujar, "mun kapanggih nu maling ku aing tonjok tah!"<br />
<br />
Sambil menghela napas, Jabeer mencoba menenangkan Nunu. "Nyantai bro, sugan weh kagantian deui."<br />
<br />
Sesaat kemudian Nunu menyambangi kamar M. Firdaus Gonia yang ada di seberang kamanya. Untuk membawa tas hitam yang dipinjam Daus.<br />
<br />
Ternyata, Sepatu punya Daus raib juga digondol maling. Padahal, sepatunya yang bermerek Converse tersebut baru dibeli sebulan yang lalu.<br />
<br />
Ironisnya, sebelum menyadari sepatunya hilang, sempat-sempatnya Daus menceramahi Nunu. "Matakna mendingan poe di kamar we cucian teh." ujarnya pura-pura bijak. Daus juga menambahkan, "untung urang mah can pernah kaleungitan di kosan ieu mah."<br />
<br />
Namun, ketika Daus keluar dari kamarnya, sepatu yang selalu menemaninya ketika nongkrong dan bekerja itu hilang tanpa jejak. Dengan penuh kesal, marah, dan mungkin frustasi Daus merengek, "Anjir sapatu urang oge leungit!"<br />
<br />
Sontak Nunu pun ketawa dan memebritahukan kabar itu kepada Jabeer, "hahay, sapatu si Daus oge leungit.."<br />
<br />
Konon katanya, menurut sumber yang tidak ingin diketahui nomor kolornya, ketawanya Nunu mengindikasikan bahwa hilangnya sepatu Daus mengurangi satu persen kepiluan Nunu. "Mungkin karena dia punya teman yang senasib," ujar sumber tersebut menganalisis.<br />
<br />
Tahukah kawan? Cerita ini tak hanya sampai disana. Kejadian-kejadian lain menyusul.<br />
<br />
Ketika Daus dan Nunu bersama-sama mengutuk-ngutuki sang maling dengan sumpah serapah khas anak muda Bandung. Tiba-tiba Nunu teringat cuciannya yang lain.<br />
<br />
Nunu beranjak ke tempat jemuran. Nasib buruk belum juga beranjak darinya. Kaos Persib kesayangannya juga hilang. Sepertnya, sang maling mengambil barang-barang itu sepaket. Seperti memborong di toko diskon saja.<br />
<br />
Ternyata tragedi itu tak hanya menimpa Nunu dan Daus. Tragedi juga menimpa sang Jabeer.<br />
<br />
Mengetahui bahwa barang yang dicuri bukan hanya sweater dan sepatu, Jabeer yang sedari tadi hanya celigak-celinguk baru menyadari bahwa dia juga menjemur celana jeansnya di jemuran.<br />
<br />
Maklum saja kawan, Jabeer itu orangnya pelupa. Dari pagi buta, Nunu dan Daus sudah mengetahui barangnya hilang, Jaber seolah-olah tak ingat bahwa dia juga menjemur celana juga di jemuran.<br />
<br />
Setelah ingat, dengan langkah seribu, Jabeer langsung memeriksa tempat jemuran. Dan, oh.. Seperti yang kita duga kawan, celana satu-satunya yang masih lumayan bagus itu termasuk pada paket yang dicuri sama maling.<br />
<br />
Lutut Jabeer lemas, tak banyak yang dia katakan. Hanya satu kata yang meluncur darinya, "Anyink!"<br />
<br />
Derai tawa membahana dari dua makhluk yang bernama Nunu dan Daus ketika tahu bahwa Jabeer baru sadar bahwa dia juga menjadi korban maling kambuhan itu.<br />
<br />
"Sungguh terlaluh," begitu kata Rhoma Irama.<br />
<br />
Setiap manusia mempunyai masalahnya masing-masing. Dan setiap masalah mempunyai penyelasaianya masing-masing pula. Sepertinya, Baik Nunu, Daus, dan juga Jabeer, mencoba untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara masing-masing.<br />
<br />
Nunu, mencoba untuk mengumpulkan uang jajannya untuk membeli sweater yang baru. "Ngan euy ayeunamah pasti mahal, soalna baheula mah urang meulina oge keur diskon," kata Nunu pasrah.<br />
<br />
Seperti biasa, Daus mencoba menyelesaikan masalahnya dengan cara meyakinkan dirinya dengan penyakit sombong yang akut. Dia berujar, "bae lah da urang mah loba duit, meuli deui weh, biasana oge urangmah ngadurukan duit". Sungguh sombong si Daus itu.<br />
<br />
Menurut seorang sumber yang layak dipercaya namun layak pula ditempeleng, sepatu Daus yang hilang itu berasal dari gaji pertamanya di sebuah perusahaan yang mengelola toko distro terkenal di kota Bandung.<br />
<br />
Lain Nunu, lain Daus, lain pula dengan Jabeer. Sepertinya kehilangan barang akibat lupa menjadi kebiasaannya, sehingga Jabeer sedikit lebih tenang. Baginya, Apalah arti sebuah celana jeans bila dibandingkan dengan harga beberapa hanphone-nya yang hilang. "Sugan we ku Allah digantian nu leuwih hade lah," doanya dalam hati.<br />
<br />
Setelah kejadian tersebut, Jabeer berpikir untuk membuat Panitia Khusus (Pansus) yang menyelidiki tentang maraknya kehilangan barang di kosannya. Namun, setelah dipikir-pikir, hal itu malah sia-sia. Karena si maling pasti lebih pintar dan jeli melihat situasi.<br />
<br />
Itulah kawan cerita na'as di pagi hari tadi. Kejadian itu berdampak sistemik terhadap keuangan Nunu, Daus, dan Jabeer.<br />
<br />
</span><br />
<blockquote>
<span class="fullpost">Milik kita itu ada yang diambil dengan ijin dan ada yang diambil tanpa ijin. Dua-duanya sama, diambil. Tapi daya kejutnya berbeda.</span></blockquote>
<span class="fullpost"><br />
<br />
<br />
<br />
---- at kosan jam 01.22, sambil ditemani lagu The Panas Dalam yang berjudul "Maklum Poek"<br />
<br />
</span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-20402042073399395922009-08-18T05:58:00.000+07:002010-04-25T10:44:24.610+07:00SarjanaJangan bicara tentang sarjana, karena hari ini kata itu masih saya simpan untuk beberapa lama. Saya simpan dalam sebuah kotak, dikunci, kemudian kuncinya saya pegang dengan sangat kuat.<br />
<br />
Kata itu, seperti bagian penting dari do'a atau mantra, punya efek yang kuat, dan menjadi sebuah pengharapan bagi orang yang mendambakannya. Di hadapan mereka, yang tak kunjung lulus, kata ”sarjana” akan jadi sebuah problem.<br />
<a name='more'></a><br />
<span class="fullpost"><br />
Sekira beberapa bulan yang lalu, di kampus Bumi Siliwangi, di pelataran sebuah gedung, saya berdiri dengan setangkai bunga di tangan. Hari itu merupakan sebuah pesta bagi para sarjana.<br />
<br />
Dia, seorang sarjana, duduk dengan baju kebesarannya. Saya datang kepadanya sambil menyerahkan bunga. Pertemuan itu melahirkan sebuah percakapan, diantara percakapan itu, sambil tersenyum manis dia berkata, "kamu kapan nyusul?" Saya diam tak bisa menjawab.<br />
<br />
Percakapan punya momen persentuhan yang tak selamanya bisa dibahasakan—momen ketika tubuh jadi bagian dari keramahan dan senyum kebahagiaan. Namun laku tubuh tak selamanya laku hati. Tubuh bisa bergerak kegirangan, namun hati bisa merintih sedih. hati memang selalu jujur.<br />
<br />
Sejak hari itu, ketika dia pergi dengan baju kebesarannya, saya tahu bahwa tidak menjadi sarjana tepat waktu memang menyakitkan.<br />
<br />
Saya ingat sebuah lirik lagu dari the panas dalam, laiknya lagu The panas dalam yang lain, yang tak butuh tafsir rumit, cukuplah direnungkan. Atau kalau tak bisa, cukuplah dinyanyikan seenaknya:<br />
<br />
<i><br />
Kisahku...<br />
<br />
Lalu kapan saya akan di wisuda?<br />
Adik kelas sudah lebih dulu.<br />
Hati cemas merasa masih begini.<br />
Teman baik sudah di-DO.<br />
<br />
Orang tua di desa menunggu.<br />
calon istri gelisah menanti.<br />
Orang desa sudah banyak menunggu.<br />
Aku pulang membangun tarka.<br />
<br />
Tolong diriku...<br />
Koboi kampus yang banyak kasus.<br />
Kini ku cemas...<br />
Gelisah sepanjang waktu-waktuku.<br />
<br />
Bagaimana begini saja.<br />
Teruskan apa adanya.<br />
Bagaimana begitu saja.<br />
Nanti kaya bapak dibagi.<br />
<br />
Tolong diriku...<br />
Koboi kampus yang banyak kasus.<br />
Kini ku cemas...<br />
Gelisah sepanjang waktu-waktuku.<br />
<br />
Dosen sentimen...<br />
</i><br />
<br />
Tapi kemudian saya melihat dengan mata kepala sendiri, seorang sarjana menjadi gembira hanya ketika di memakai baju kebesarannya saja. Berhari-hari kemudian, semua-mua kebahagian menjadi kelabu.<br />
<br />
Yang tak mereka sangka: menjadi sarjana adalah memulai fase yang rumit dari yang sedikit rumit. Semua begitu cepat, yang tak siap akan digilas oleh yang siap, yang loyo akan digilas sama yang kuat. Menjadi seorang penganggur adalah sebuah pilihan yang paling buruk diantara yang buruk-buruk lainnya.<br />
<br />
Pengalaman ini membuat saya belajar bahwa menjadi <b> sarjana di waktu yang tepat alangkah lebih baik daripada hanya menjadi sarjana tepat waktu </b>. Anda boleh tak setuju. Anda boleh beranggapan bahwa hal itu hanya pleidoi yang tak bertanggung jawab. Bebas, Itu semua hak anda. Saya malas berdebat.<br />
<br />
Saya hanya ingin katakan: " hari ini saya belum diwisuda, <i>so what? </i>"<br />
<br />
</span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-10275266547301951472009-04-18T06:29:00.000+07:002011-12-02T07:55:03.885+07:00Hilangnya Sepatu IndroPagi yang cerah ternyata tak membuat cerah nasib tetangga kosan saya. Indro, begitulah panggilan tetangga kosan tersebut, memulai hari ini dengan nasib sial. Entah mimpi apa Indro semalam, ketika pagi-pagi dia terbangun, kenyataan pahit menghampri dirinya.<br />
<br />
Ketika saya sedang asik-asiknya mendengarkan lagu Rido Irama, Indro langsung masuk ke kosan saya. "Bir, ninggali sapatu kulit urang teu? Anjrit euweuh euy," ujar Indro. Saya pun menjawab, "teuing atuh,"sambil melihat muka Indro yang sedang kebingungan.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
"Anjrit haram, sapatu aing leungit," umpat Indro. Jarwo, saudara se-ordo Indro, langsung bangun dari tidurnya. Muka Jarwo tampak keheranan ketika indro mengumpat. Namun, tawa-tawa kecil keluar dari mulut Jarwo. Saya pun tak ketinggalan tertawa menemani Jarwo.<br />
<br />
Jarwo pun langsung meledek Indro. "Coba <span style="font-style: italic;">misscall</span> sapatuna, sugan weh masih aktif," ledek Jarwo. Merasa diledek, Indro pun menyaut, "ah sia mah," balas Indro. Karena tugas Program Latihan Propesi (PLP) di sebuah sekolah di Lembang menanti, maka Indro langsung berinisiatif meminjam sepatu bekas seseorang yang pernah menginap di kosan. Walaupun sepatu itu kotornya "<span style="font-style: italic;">naudzubillah</span>", Indro tetap memaksakan untuk memakainya.<br />
<br />
Jarwo, yang dari tadi cengengesan, menyarankan untuk meminjam sepatu dari si Handi. Namun, Indro tak bergeming sedikitpun. Dia lantas pergi ke kamar mandi tanpa menghiraukan suara Jarwo.<br />
<br />
Sejenak saya teringat tentang kejadian beberapa bulan yang lalu ketika bang Tohir dan Indro kehilangan sepatunya. Waktu itu Bang Tohir kehilangan sepatu yang baru dipinjam dari temannya. Bang Tohir pun langsung mengumumkan ihwal kehilangan sepatunya kepada setiap warga kosannya.<br />
<br />
Ketika berita kehilangan itu disampaikan kepada Indro, dengan bijaksana dia memberikan nasihat. "Mun didieu mah (kosan) kudu apik, kamari oge si Juli leungit sapatu," ujar Indro.<br />
<br />
Namun, beberapa sat kemudian, Indro pun menyadari, ternyata sepatunya yang baru dibeli langsung dari pabriknya, raib juga digondol maling. Sungguh ironi, baru saja beberapa detik sebelumnya Indro memberikan nasihat, eh ternyata dia juga harus diberi nasihat.<br />
<br />
Tapi sudahlah, kita dengar ucapan Indro sebelum dia berangkat PLP, "untung sapatu nu leungit teh bau, soalna tara diseseuh sababaraha bulan," ungkap lelaki yang belum lama ini membeli laptop dengan hardisk berkapasitas 250 gigabyte.<br />
<br />
Maka tak salah sebuah lirik lagu dari sebuah kelompok band yang bernama J-rock, disematkan kepada maling di kosan saya, "Kau curi lagi,,,"Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-2610306707799074042009-01-14T04:30:00.000+07:002011-12-02T07:58:58.228+07:00Revolution<span style="background-color: white; line-height: 19px;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">You say you want a revolution,<br />Well, you know, we all want to change the world...<br />But when you talk about destruction,<br />Don't you know that you can count me out</span></i></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; line-height: 19px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Revolution</span></b><span class="Apple-style-span" style="font-family: sans-serif; font-size: x-small;"> -- </span></span><span style="background-color: white; line-height: 19px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">The Beatles</span></b></span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-47479034409325431662008-11-12T08:30:00.000+07:002011-12-01T23:45:31.192+07:00Chance<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; font-family: inherit;">"<i>Sometimes all somebody needs is a good chance</i>." -<b>Seabiscuit (2003)/Film</b></span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-88574401429937133602008-10-13T00:30:00.000+07:002011-12-02T08:02:33.375+07:00Serious<span class="Apple-style-span" style="background-color: white;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: normal, 'Helvetica Neue', Helvetica, sans-serif; font-size: 16px;">"..</span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">And I realize how silly it is to take anything too seriously</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: normal, 'Helvetica Neue', Helvetica, sans-serif; font-size: 16px;">." -</span><b style="font-size: 16px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Garden State (2004)/Film</span></b></span>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-1291010040771318022007-06-28T22:51:00.000+07:002008-09-25T22:37:06.806+07:00Tak LazimHal yang tak lazim sering kali menjadi perhatian banyak orang. Namun ketika kita melakukan hal yang tak lazim, sanggupkah kita menjadi perhatian orang lain?<br />Kadang (bisa juga dikatakan sering) aku melakukan hal yang tak lazim. Tapi, aku belum siap menjadi perhatian banyak orang.Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-19423895103085003622007-05-18T15:52:00.000+07:002008-09-25T22:50:35.505+07:00Reevan Is Back..!!<div style="text-align: left;">Lama tak berkeliaran dan mengisi catatan di <a style="font-weight: bold;" href="http://reevan21.blogspot.com/">rumah digital</a>ku, akhirnya <a href="http://reevan21.blogspot.com/">reevan</a> kembali. Sepertinya semangat untuk mengisi <a style="font-weight: bold;" href="http://reevan21.blogspot.com/">rumah</a><span style="font-weight: bold;"> </span><a style="font-weight: bold;" href="http://reevan21.blogspot.com/">digita</a><a style="font-weight: bold;" href="http://reevan21.blogspot.com/">l</a>ku dengan catatan-catatan <span style="font-weight: bold;">sampah </span><span>hinggap kembali di pikiranku</span><span style="font-weight: bold;"> </span><span>yang </span><span>kadang dipenuhi rasa <span style="font-weight: bold;">marah</span> dan <span style="font-weight: bold;">frustasi .</span></span><br /><br /><span>Kadang aku berfikir bahwa semua tulisanku tak berguna, namun sepertinya hal itulah yang menggambarkan keadaanku saat itu (saat-saat dimana hanya tulisanku yang mengerti tentang keadaanku).</span><br /><br /><span>Satu hal yang membuatku kembali bersemangat mengisi sesuatu di <a style="font-weight: bold;" href="http://reevan21.blogspot.com/">rumah digital</a>ku ini yaitu aku bebas mencurahkan isi dalam otakku yang <span style="font-weight: bold;">kram</span> dan </span><span>hampir </span><span> mau <span style="font-weight: bold;">pecah.</span> Tak semua orang mengerti dan dapat menerima semua pikiranku. Mereka menganggap semua pikiran, keadaan, dan ucapanku hanya sebuah dagelan tanpa makna dan tujuan (<span style="font-style: italic;">damn..).</span></span><br /><br /><span>Sampai kapan itu akan berakhir?.. <span style="font-style: italic;">tau ah.. pusing</span></span><br /><br /><span><span style="font-style: italic;">......... </span>tengah malam di sudut kampus...</span><br /></div>Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-35805331.post-24300024339052764042007-03-10T21:42:00.000+07:002011-12-01T23:08:26.279+07:00Bosansemua begitu membosankan,<br />
pikiranku penat,<br />
otakku seakan mau pecah,<br />
suck...Pengelmuhttp://www.blogger.com/profile/03307604168667378089noreply@blogger.com0